Indonesia Darurat Perundungan

Foto ilustrasi (Ist)
Oleh Prita Widya Putri S.Pd*
Maulana Fahmi, yang menjabat sebagai Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, menyoroti perlunya kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten Bandung dan Dinas Pendidikan, terutama dalam meningkatkan komunikasi antara orang tua dan sekolah. Fahmi menekankan bahwa berbagai aspek dalam dunia pendidikan, termasuk kurikulum, kualitas lulusan dan guru, fasilitas dan infrastruktur, serta administrasi, memerlukan perbaikan segera. Ia juga menyampaikan keprihatinannya mengenai kasus perundungan (bullying) di sekolah dan tuntutan ganti rugi yang ditujukan kepada guru.
Oleh karena itu, Fahmi berharap untuk merancang strategi pencegahan perundungan dan memperkuat pemahaman bersama antara guru dan orang tua siswa. Fahmi menyarankan bahwa Komite Sekolah dan Forum Orang Tua Siswa harus memiliki peran sentral dalam menyelesaikan masalah di sekolah dan membangun komunikasi yang produktif dengan memberikan masukan kepada sekolah. Ia menekankan pentingnya semangat kekeluargaan dan gotong royong di semua pihak, termasuk para guru, dan menggarisbawahi perlunya profesionalisme dalam proses pembelajaran.
Perundungan (bullying) bukanlah fenomena baru. Sejarah mencatat bahwa kasus perundungan telah terjadi sejak zaman kuno, mulai dari era sebelum masehi hingga abad ke-19. Contoh-contoh kasus perundungan di berbagai tempat meliputi hukuman mati terhadap filsuf terkenal seperti Socrates di Athena Kuno pada abad ke-5 SM, penyiksaan dan pembunuhan massal terhadap individu yang dituduh sebagai penyihir selama Abad Pertengahan, hingga kasus kekejaman terhadap budak-budak di Amerika Serikat dan negara-negara lain yang mempraktikkan perbudakan selama abad ke-18 dan ke-19. Bahkan selama Perang Dunia Pertama, banyak tentara menjadi korban perundungan oleh sesama tentara atau atasan mereka.
Perundungan memiliki berbagai penyebab, termasuk pengaruh pergaulan yang buruk dan kurangnya empati. Tindakan perundungan dapat mengakibatkan trauma psikologis pada korban dan pelaku, baik secara emosional, fisik, maupun seksual. Oleh karena itu, penting untuk mendidik anak-anak tentang bahaya perundungan agar mereka tidak terlibat sebagai pelaku atau korban.
Korban perundungan dapat mengalami berbagai masalah psikologis, seperti cemas, depresi, dan bahkan munculnya pemikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri. Faktor-faktor seperti keberagaman keluarga, pengasuhan yang keras, atau pengalaman menjadi korban perundungan sebelumnya dapat menjadi penyebabnya.
Mencegah perundungan melibatkan komunikasi terbuka dengan anak-anak, membangun kepercayaan diri mereka, mengajarkan cara mengatasi perundungan, dan melatih pola pikir untuk melawan perundungan. Selain itu, bagi orangtua harus berusaha untuk mengenali tanda-tanda perundungan dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi anak-anak dari bahaya ini.
Dalam perspektif Islam, perundungan (bullying) dianggap sebagai perbuatan yang sangat tercela. Agama Islam menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip untuk menghormati serta peduli terhadap sesama manusia.
Islam secara tegas melarang segala bentuk perilaku yang dapat menyakiti atau merendahkan orang lain, termasuk perundungan. Ajaran ini sesuai dengan ayat dalam Al-Quran Surah Al-Hujurat ayat 11, yang menekankan agar tidak mengolok-olok atau mencemooh kelompok lain, termasuk perempuan. Tindakan penghinaan, ejekan, atau perlakuan buruk terhadap orang lain dianggap sebagai perbuatan yang sangat tercela dalam Islam.
Perundungan, baik di dunia nyata maupun dalam dunia maya, termasuk penghinaan, ujaran kebencian, celaan, sumpah serapah, atau tindakan fisik terhadap orang lain, juga dianggap sebagai tindakan keji (fahsya') dalam Islam. Oleh karena itu, Islam dengan tegas mengharamkan perundungan karena tindakan ini dapat melukai perasaan orang lain dan merusak martabat kemanusiaan mereka.
Untuk pelaku perundungan, Islam mendorong mereka untuk meminta maaf kepada korban agar dosa-dosa mereka dapat diampuni oleh Allah.
Namun, dalam konteks masyarakat sekuler saat ini, solusi menyeluruh untuk perundungan hanya dapat ditemukan dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam yang komprehensif bukan berupa potongan-potongan ayat tanpa manifestasi hukuman yang tegas. Wallahu alam bi ash shawab. ***
*) Penulis adalah Guru tinggal di Kabupaten Bandung
Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.