Razia Miras Jelang Natal dan Tahun Baru

221219122906-razia.jpg

Ilustrasi minuman keras (Foto: @wikipedia)

Oleh Fitriani Nurkamalah, S.Pd

Polisi menggrebek sebuah rumah yang dijadikan gudang penyimpanan minuman keras. Sebanyak 8.400 botol miras pelbagai merek diamankan dari sebuah rumah di salah satu komplek perumahan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung tersebut. Informasi yang dihimpun di lapangan, pemilik gudang miras bernama NP, dia sudah lama berjualan miras di tempat tersebut. Bahkan penggrebekan sudah ketiga kali dilakukan. (AyoBandung.com)

Meski sudah 3 kali digrebek gudang miras di Rancaekek tidak kapok untuk mengulangi perbuatannya. Hal ini karena yang diambil hanya mirasnya sementara pemiliknya tidak dijerat hukum. Razia miras menjadi tidak efektif mencegah peredaran miras dampak buruknya pun masih terjadi. Ditambah lagi razia yang dilakukan hanya saat momen-momen tertentu. Yang terpenting adalah pemerintah harus menutup pabrik miras, jika persoalan ingin selesai secara tuntas. Tapi inilah sistem sekuler, selagi ada uang apa pun jalan tidak peduli halal haram.

Dalam pandang ekonomi kapitalisme benda dianggap memiliki nilai apabila benda tersebut masih dibutuhkan oleh masyarakat, terlepas apakah benda tersebut akan membahayakan masyarakat atau tidak. Miras dianggap sebagai salah satu benda yang bernilai karena masih dibutuhkan masyarakat.

Sebagai contoh, negeri ini tidak menutup pabrik miras dan melarang peredarannya karena negara memandang ada nilai manfaat dari miras tersebut. Pajak yang masuk ke kas negara dari barang haram ini tidak kecil (sebesar Rp 6,4 triliun), bahkan Pemerintah DKI adalah salah satu pemilik saham dari pabrik minuman terlarang ini.

Dari sini dapat dipahami bahwa selama negeri ini masih mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme, maka miras akan tetap beredar di tengah masyarakat. Sebab miras dianggap sebagai benda yang memiliki nilai sehingga akan terus diproduksi. Beginilah nasib masyarakat yang sistem dan pemimpinnya tidak bisa menjadi perisai bagi rakyatnya. Malah justru membiarkan banyak nyawa melayang karena dilegalkannya miras dengan berbagai alasan.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang benda yang berbahaya – miras contohnya — sekalipun ada manfaatnya tapi tetap saja banyak madharatnya (lihat QS. al-Baqarah ayat 219). Oleh karena itu, Islam mengharamkan benda tersebut. Benda yang diharamkan jelas dianggap benda yang tidak memiliki nilai, sehingga negara akan melarang memproduksinya, memanfaatkannya, mengedarkannya, dan semua hal yang terkait dengan miras ini. Negara akan menutup rapat pintu kemaksiatan dan tidak membiarkan ruang sedikitpun kepada rakyat untuk melakukan dosa.

Negara juga akan memberikan hukuman yang berat bagi yang mencoba memproduksi, mengedarkan, memasarkan atau mengkonsumsi barang haram ini. Dengan pelarangan seperti ini masyarakat akan terjaga dari bahaya miras. Melayangnya nyawa, kriminalitas, dan kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan dari miras bisa dihindari.

Oleh karena itu, jika ingin terhindar dari bahaya miras, hanya satu solusinya. Ganti sistem sekulerisme-kapitalisme dengan menerapkan Islam secara kafah dalam bingkai Daulah Khilafah Islam. Negara semacam inilah yang akan bisa melakukan fungsinya sebagai junnah atau perisai masyarakat dari segala tindak kejahatan dan kemaksiatan.

Wallahu a’lam bishshowab.

*) Penulis adalah Pemerhati Sosial tinggal di Bandung

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.

Komentar