Perlunya Kewarasan Pada Suami Istri dalam Berumahtangga

(Source: copilot)
Oleh Nurpiani, S. Kom
Pernikahan merupakan ibadah terpanjang yang di lakukan manusia, yang menyatukan dua kepala yang berbeda yaitu seorang Laki-laki dan seorang perempuan untuk membangun kehidupan yang sakinah, mawaddah dan warrohmah yang dilakukan secara bersama-sama atas dasar dan bentuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT.
Namun, Seorang ibu rumah tangga mencoba mengakhiri hidupnya dengan hendak melompat dari flyover atau jembatan layang Amplas usai menghadiri sidang perceraiannya dengan suaminya. Ibu itu merasa frustrasi dan stres setelah resmi bercerai dengan suaminya bahkan kerap menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suaminya. Di tambah lagi anaknya terpaksa dikeluarkan dari sekolah lantaran suaminya tidak membiayai pendidikannya.(tribunnews.com, Kamis 20 Maret 2025)
Dari pernikahan inilah lahir yang namanya "Suami" dan "Istri". Dari dua kepala yang berbeda jenis kelaminnya, berbeda cara berpikirnya, berbeda pola asuhan dan didikan tapi disatukan dalam ikatan yang namanya pernikahan. Dari pernikahan inilah Suami dan Istri belajar karakter pasangannya, kebiasaan pasangannya, belajar saling sayang menghargai pasangannya. Dan belajar melengkapi segala kekurangan pasangannya, memperbaiki kesalahan dan kekeliruan dari pasangannya serta saling mengolah emosi.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْ ۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
Artinya: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti."
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجًا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحۡمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٍ لِّقَوۡمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya:"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."(QS. Ar-Rum 30: Ayat 21)
Menurut Abdul Wahab Khallaf bahwa hak terdiri dari dua macam yaitu hak Allah dan hak Adam. Hak Adam disini maknanya hubungan dengan sesama manusia bisa seperti Hak istri yang menjadi kewajiban seorang suami. Adapun yang menjadi hak istri atau bisa juga dikatakan kewajiban suami terhadap isteri adalah sebagai berikut:
1. Mahar
Menurut Mutafa Diibul Bigha, Mahar adalah harta benda yang harus diberikan oleh seorang laki-laki (calon suami) kepada perempuan (calon isteri) karena pernikahan.
Pemberian mahar kepada calon istri merupakan ketentuan Allah SWT. bagi calon suami sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4 yang berbunyi:
وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةً ۚ فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٍ مِّنۡهُ نَفۡسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓئًا مَّرِيٓئًا
Artinya:"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati."(QS. An-Nisa' 4: Ayat 4)
2. Nafkah, Pakaian dan Tempat Tinggal.
Nafkah berasal dari bahasa arab (an-nafaqah) yang artinya pengeluaran. Yakni Pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَٱلۡوَٰلِدَٰتُ يُرۡضِعۡنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ كَامِلَيۡنِ ۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَاٞ
Artinya: "Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 233)
Adapun menyediakan tempat tinggal yang layak adalah juga kewajiban seorang suami terhadap istrinya sebagaimana Firman Allah SWT berikut:
اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَیْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ…
Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat tinggal menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).
3. Menggauli istri secara baik.
Menggauli istri dengan baik dan adil merupakan salah satu kewajiban suami terhadap istrinya. Sebagaimana Firman Allah dalam Alquran surat an-Nisa ayat 19 yang berbunyi:
یٰۤاَیُّهَا الَّذِیْنَ اٰمَنُوْا لَا یَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرْهًاؕ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَاۤ اٰتَیْتُمُوْهُنَّ اِلَّاۤ اَنْ یَّاْتِیْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَیِّنَةٍۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ-فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَیْــٴًـا وَّیَجْعَلَ اللّٰهُ فِیْهِ خَیْرًا كَثِیْرًا
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
4. Menjaga istri dari dosa.
Sudah menjadi kewajiban seorang kepala rumah tangga untuk memberikan pendidikan agama kepada istri dan anak-anaknya agar taat kepada Allah dan RasulNya. Dengan ilmu agama seseorang mampu membedakan baik dan buruknya prilaku dan dapat menjaga diri dari berbuat dosa. Selain ilmu agama, seorang suami juga wajib memberikan nasehat atau teguran ketika istrinya khilaf atau lupa atau meninggalkan kewajiban dengan kata-kata bijak yang tidak melukai hati sang istri, sebagaimana Firman Allah SWT. surah At-Tahrim ayat 6 berikut :
یٰۤاَیُّهَا الَّذِیْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَ اَهْلِیْكُمْ نَارًا وَّ قُوْدُهَا النَّاسُ وَ الْحِجَارَةُ عَلَیْهَا مَلٰٓىٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا یَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَ یَفْعَلُوْنَ مَا یُؤْمَرُوْنَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
5. Memberikan cinta dan kasih sayang kepada istri.
Dalam memberikan cinta dan kasih sayang bukanlah atas dasar besar kecilnya rasa cinta kita kepada istri, akan tetapi hal tersebut merupakan perintah Allah SWT. agar suami istri saling mencinta dan berkasih sayang sebagai wujud kepatuhan kepada Allah SWT. Jika memberikan cinta dan kasih sayang antara suami istri sudah disandarkan pada perintah Allah SWT. maka as-sakiinah (ketentraman) dalam rumah tangga akan mudah kita raih.
Lalu, apa Kewajiban Istri Terhadap Suami Menurut Al-Qur’an?
1. Taat kepada suami
Mentaati suami merupakan perintah Allah SWT. sebagaimana yang tersirat dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 34 sebagai berikut:
اَلرِّجَالُ قَوّٰمُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّ بِمَاۤ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْؕ-فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَیْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُؕ-وَ الّٰتِیْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَ اهْجُرُوْهُنَّ فِی الْمَضَاجِعِ وَ اضْرِبُوْهُنَّۚ-فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَیْهِنَّ سَبِیْلًاؕ-اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِیًّا كَبِیْرًا
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
2. Mengikuti tempat tinggal suami
seorang istri harus mengikuti dimana suami bertempat tinggal, entah itu di rumah orang tuanya atau di tempat kerjanya. Karena hal tersebut merupakan kewajiban seorang istri untuk mengikuti dimana suami bertempat tinggal, sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَیْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ…
Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat tinggal menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).
3. Menjaga diri saat suami tak ada
Seorang wanita yang sudah menikah dan memulai rumah tangga maka harus membatasi tamu-tamu yang datang ke rumah. Ketika ada tamu lawan jenis maka yang harus dilakukan adalah tidak menerimanya masuk ke dalam rumah kecuali jika ada suami yang menemani dan seizin suami. Karena perkara yang dapat berpotensi mendatangkan fitnah haruslah dihindari. Allah SWT berfirman, “Wanita shalihah adalah yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (QS. Annisa:34).
Pertanyaannya, bagaimana caranya Suami dan Istri dapat melaksanakan kewajibannya dan mendapat haknya dalam pemerintahan yang tidak berlandaskan Al Qur'an dan Hadits ini, sedangkan semua ketentuannya ada disana?
Keputusan-keputusan pemerintah yang terkadang tidak berpihak kepada masyarakat seperti halnya harga sembako dan BBM yang selalu naik. Pajak yang di limpahkan kepada masyarakat amat tinggi ini membuat peran Suami dan Istri tidak seimbang bahkan angka perceraian semakin meninggi karena tak lain tentang permasalahan ekonomi yang tidak stabil.
Suami yang harus banting tulang mencari nafkah demi anak-istrinya kadang sampai tak sadar di butakan materi, terkadang melupakan kewajiban kepada pencipta nya seperti kewajiban sholat serta lupa akan kewajiban mendidik anak-istri karena telah terdoktrin Suami hanya pencari nafkah saja, yang penting anak dan istri tercukupi. Terkadang enggan membantu istri dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mendidik anak yang padahal itu salah satu dari kewajiban suami yaitu Melindungi Istri dari Dosa akan ketidaktahuan atau kurangnya ilmu agama karena Suami yang enggan mendidik dan memberi pendidikan kepada istrinya. Lalu kewajiban Memberikan Kasih Sayang Kepada Istri salah satunya membantu dan mengurangi rasa lelahnya istri dalam mengurus dan menjaga anak-anak mereka dan rumah mereka.
Istri yang ikut mencari nafkah karena merasa suami kesulitan dan kurang dalam mencari nafkah. Niat membantu suami ini terkadang membuat lalai istri dalam melaksanakan kewajibannya kepada Suami dan anaknya. Tenaga yang harusnya seorang istri pakai untuk menjaga, melindungi dan mendidik anak-anaknya serta menjaga rumahnya habis demi membaiknya perekonomian rumahtangganya.
Belum lagi beban pajak yang semakin meninggi, Seolah-olah pemerintah mengharuskan masyarakatnya tak lain Suami sebagai kepala rumahtangga dan Istri ini dipaksa harus memperbaiki perekonomian rumah dan Negaranya agar dapat terpenuhi segala kebutuhan hidup. Padahal segala kebutuhan masyarakat ini adalah tanggung jawab pemerintah. Masyarakat berhak sejahtera dibawah kepemimpinan pemerintahnya bukan untuk di suruh berdiri di kakinya sendiri dan mencari jalan keluar sendiri dengan segala kesulitan dalam kebijakan-kebijakan yang banyak menekan masyarakat.
Dan Allah akan meminta pertanggung jawaban atas apa yang mereka pimpin. Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: ”Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang di pimpin olehnya.” (HR. Bukhari).
Dan pemimpin yang lalai mengurusi urusan kaum muslimin dan tidak sungguh-sungguh, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :
مَا مِنْ أَمِيرٍ يَلِي أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنْصَحُ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمْ الْجَنَّةَ
Artinya: “Tidak seorang pemimpin pun yang mengurusi perkara kaum muslimin, kemudian dia tidak bersungguh-sungguh bekerja untuk mereka dan menasihatinya, kecuali ia pasti tidak akan masuk surga bersama mereka.” (HR. Muslim : 205)
Pemimpin yang menyulitkan perkara rakyat dan memberatkan perkara mereka, Rasulullah SAW bersabda:
اللهُمَّ، مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَاشْقُقْ عَلَيْهِ، وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ
Artinya: “Ya Allah barangsiapa yang menjadi pengatur apapun dari perkara umatku, lalu ia menyulitkan mereka, maka sulitkanlah ia dan barangsiapa yang menjadi pengatur apapun dari perkara umatku, lalu ia bersikap lemah lembut dengan mereka maka kasihanilah ia.” (HR. Muslim)
Dari keadaan ini, Suami dan Istri harus betul-betul memiliki kewarasan masing-masing agar tetap berdiri kokoh rumatangganya, seperti:
- Selalu berpegang kepada Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup.
- Sering Mendatangi majelis ilmu, diharapkan pemikiran Suami dan Istri tercerahkan dan paham dengan konteks berumahtangga.
- Saling menguatkan antara Suami dan Istri.
- Mencoba melaksanakan kewajiban masing-masing walau ditengah-tengah kesulitan hidup
- Mengelola emosi dan ego masing-masing meski dalam gempuran sang penguasa yang semakin tak memihak rakyat.
- Membaca siroh Rasulullah tentang konteks berumahtangga
Seperti pada kisah istri pertamanya Rasulullah, yaitu Khadijah.
Kisah Khadijah RA, seorang wanita karir yang karirnya cemerlang berlimpah kekayaan tapi tidak pernah meninggi di hadapan Rasulullah. Khadijah selalu menemani dan menjadi penenang bagi Rasulullah. Saat Rasulullah menerima wahyu untuk pertama kalinya, Saat Nabi Muhammad gemetar dan ketakutan setelah bertemu Jibril AS, Khadijah datang menemani dan memberinya selimut.
Selain itu, Khadijah merupakan salah satu orang yang sangat cermat membaca kerasulan Muhammad SAW. Saat Nabi bimbang dan cemas, Khadijah memantapkannya. Dari situlah, Khadijah disebut sebagai mujtahhid pertama perempuan dalam sejarah Islam.Ketika pernikahan mereka berjalan 15 tahun, Muhammad diangkat menjadi nabi.
Siti Khadijah pun menjadi orang pertama yang menerima dan memeluk Islam, sebelum Rasulullah berdakwah di kalangan para sahabat. Pada masa awal kenabian, Siti Khadijah mencurahkan harta, pikiran, dan tenaganya untuk mendukung Nabi Muhammad dalam menegakkan agama Islam.
Siti Khadijah sangat berjasa bagi perkembangan dan penyiaran Islam pada awal kenabian hingga wafatnya. Nabi Muhammad baru menikah lagi setelah ia meninggal. Hal itu menjadi salah satu keistimewaan Siti Khadijah.
Dan juga suami dapat mencontoh Sikap Nabi Muhammad dalam memperlakukan istrinya. Nabi Muhammad SAW tidak bersikap otoriter dan selalu berusaha memahami perasaan istri-istrinya. Bahkan, Nabi Muhammad seorang pemimpin Negara, pemimpin di medan perang sering membantu pekerjaan rumah tangga, menunjukkan bahwa peran suami bukan hanya sebagai pemimpin, tetapi juga sebagai mitra dalam kehidupan keluarga.
Jika suami dan istri selalu bersama, berkomunikasi, berpegang kepada Al Qu'an dan hadits serta taat bertakwa kepada Allah, meneladani Rasulullah dan niat ibadah lillahita'ala, in syaaallah Allah akan beri jalan dan kemudahan dalam berumahtangga.
Wallohualam.
*) Penulis adalah seorang pengajar di Kabupaten Karawang, Jawa Barat
Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.