Covid-19 Varian Omicron dan Kegagapan Pemerintah Atasi Pandemi

220217203709-covid.jpg

(Foto: dinkes.kalbarprov.go.id)

Oleh Novita Darmawan Dewi*

Penambahan jumlah kasus positif Covid-19 varian Omicron di Kabupaten Bandung mengalami peningkatan. Saat ini Kabupaten Bandung masuk PPKM Level 3.

Dikutip dari detik.com, Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan pihaknya telah menyiapkan tempat isolasi terpadu (isoter) bagi masyarakat yang terkonfirmasi positif COVID-19. "Tempat isolasi dari rumah sakit sudah siapkan. Sementara ini kita pusatkan di Rumah Sakit Soreang yang lama," ujar Dadang, Jumat (11/2/2022).

Infeksi varian Omicron ini cenderung disepelekan karena sebagian besar pasiennya bergejala ringan. Berdasarkan penelitian Professor Ahli Virus dan Penyakit Infeksi asal University of Hongkong, Dr. Michael Chan Chi-wai, Omicron berkemampuan menggandakan diri (replikasi) 10 kali lebih rendah pada jaringan paru dibandingkan varian Delta sehingga ditengarai tingkat keparahannya juga rendah.

Namun, yang perlu diingat, Omicron mampu bereplikasi 70 kali lebih tinggi hanya dalam waktu 24 jam pada bronkus (pipa saluran napas utama) dibandingkan varian Delta. Hal ini dapat menyebabkan virus varian Omicron menjadi makin infeksius karena ada mekanisme adaptasi setelah banyak terjadi interaksi.

Selain itu, respons imunitas tubuh setiap orang berbeda-beda terhadap infeksi virus. Ada ancaman terjadinya Badai Sitokin yang dapat menyebabkan kematian akibat disregulasi respons imun terhadap infeksi virus varian ini. Bagi orang yang memiliki komorbid atau belum dapat divaksin, ancaman kematian akibat varian Omicron tetap ada.

Berdasarkan laporan Kemenkes RI, dari 21 Januari hingga 4 Februari 2022 sudah terdapat 588 pasien meninggal, 46,3% terkonfirmasi Covid-19, 53,7% meninggal sebelum diketahui hasil tes usap dengan status probable.

Walaupun laporan kasus kematian akibat varian Omicron “baru” dua orang (data kemkes.go.id), bisa jadi kenyataan di lapangan lebih dari itu mengingat keterbatasan pemeriksaan WGS.

Melihat peningkatan jumlah kasus yang terus kian bertambah, angka kematian yang perlahan melambung tinggi, apakah fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) mampu menanggulangi hal ini?

Menguji Kembali Keseriusan Pemerintah dalam Mengatasi Pandemi

Saat kasus Covid-19 naik, selayaknya pemerintah menegakkan kebijakan untuk penanganan dan penguncian wilayah. Orang-orang sakit dan terpapar virus harus segera dipisahkan dari yang sehat dengan melakukan 3T (Testing, Tracing, Treatment) secara masif dan menyeluruh. Hal ini harus dilakukan sesegera mungkin.

Namun apa yang kita lihat di lapangan menunjukkan setengah hatinya upaya pemerintah menangani merebaknya kasus varian baru covid 19 ini. Beberapa kebijakan yang merugikan rakyat pun dengan sengaja dipertontonkan di depan publik.

Kunjungan Presiden ke beberapa daerah kerap memicu adanya kumpulan masa yang saling berdesakan tanpa prokes yang memadai, tetapi pemerintah tidak menindak tegas peristiwa itu, yang terbaru adalah adanya kumpulan masa di sebuah mal di Bandung dalam rangkain acara perayaan tahun baru Imlek yang juga dengan kasat mata telah melakukan pelanggaran prokes, terhadap penyelenggara kegiatan itu pemerintah hanya memberikan sanksi berupa denda 500 ribu rupiah.

Selain itu kebijakan diterapkannya kembali PPKM di berbagai daerah seperti sudah diabaikan masyarakat, kegiatan warga normal seperti sudah melewati masa pandemi, jalanan padat, pusat-pusat perbelanjaan dipenuhi warga yang berburu minyak goreng, mal, kafe-kafe juga sangat ramai, tempat-tempat wisata pun dipadati pengunjung, apalagi seperti sudah didukung oleh pernyataan Menko Luhut bahwa jika masyarakat sudah vaksin lengkap dan vaksin booster serta tidak ada komorbid dipersilahkan untuk jalan-jalan. Sungguh suatu pernyataan yang sangat beresiko dari seorang pemegang kebijakan dan diragukan keamanannya oleh banyak pihak.

Dengan melihat upaya yang terkesan 'ngasal' dari pemerintah untuk segera membawa masyarakat keluar dari Pandemi, kita sangat mengkhawatirkan kebijakan penanganan Covid-19 yang kurang tepat ini akan menyebabkan penularan virus yang justru makin tidak terkendali.

Islam Memandu Kita Keluar dari Pendemi

Setiap kebijakan sekuler yang notabene bukan berasal dari aturan Tuhan (Allah Swt) alih-alih mendatangkan maslahat yang ada justru mengundang mafsadat (kerusakan). Maka sudah selayaknya kita mulai melirik solusi atas berbagai masalah yang menimpa kita termasuk dalam mengatasi Pandemi ini dari Dzat yang maha pemberi solusi yakni Allah SWT.

Sistem Islam kaffah (Khilafah) aka memberikan solusi masalah pandemi Covid-19 secara tuntas dan menyeluruh. Gambaran pertama, sejak awal, Khilafah akan melakukan 3T segera, memisahkan orang sehat dari orang sakit, kemudian memberlakukan tes massal semacam rapid test maupun swab test secara gratis. Bagi mereka yang terinfeksi, negara akan menjamin pengobatannya hingga sembuh.

Orang-orang yang sakit harus beribadah di rumah masing-masing dan tidak berjemaah di masjid demi mencegah penularan penyakit. Ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw.. Dari Siti Aisyah ra., ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw. perihal Tha‘un, lalu Rasulullah saw. memberitahukanku, “Dahulu, Tha’un adalah azab yang Allah kirimkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Maka, tiada seorang pun yang tertimpa Tha’un kemudian ia menahan diri di rumah dengan sabar, serta mengharapkan rida-Nya, seraya menyadari bahwa Tha’un tidak akan menimpanya selain telah menjadi ketentuan Allah untuknya. Niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid.” (HR Bukhari, Nasa’i, dan Ahmad)

Kedua, berupaya maksimal menutup wilayah sumber penyakit sehingga tidak meluas dan daerah yang tidak terkena wabah dapat menjalankan aktivitas sosial ekonomi dan keagamaan secara normal tanpa takut tertular. Mereka tetap dapat beraktivitas seperti biasa, berjual beli, beribadah di masjid dengan khusyuk, dan sebagainya. Dengan demikian, penguasa dapat fokus menyelesaikan kasus di daerah terdampak wabah.

Ketiga, menjamin seluruh kebutuhan pokok masyarakat yang tidak terinfeksi, tetapi ada di daerah wabah. Ini karena mereka tidak bisa keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah. Selain itu, penguasa akan berupaya semua rakyat dapat melaksanakan prokes demi memutus rantai penularan penyakit.

Keempat, menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang cukup dan memadai bagi rakyat tanpa menzalimi tenaga medis/instansi kesehatan.

Kelima, mendukung penuh dengan menyediakan dana yang cukup untuk melakukan riset, misalnya untuk segera menemukan vaksin.

Semua mekanisme ini ditopang oleh sistem keuangan Khilafah berbasis baitulmal, bukan berbasis riba sehingga negara tidak akan bergantung pada negara asing.

Istimewanya lagi, dorongan iman menjadi modal berharga sehingga rakyat percaya penuh dan patuh pada segala kebijakan penguasa. Rakyat pun mendapatkan pahala dengan taat pada pemimpin yang amanah menjalankan perintah Allah Taala. Wallahualam bissawab.

*) Penulis adalah pegiat di Komunitas Ibu Ideologis ('Tas Bude')

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.

Komentar