Ketika Doa Jadi Senjata Problematika Hidup

210713143222-ketik.jpg

Ilustrasi berdoa (Foto: IST)

Oleh Yuyun Suminah, A. Md*

Do'a adalah aktivitas spiritual yang berkaitan hubungan dirinya dengan Penciptanya, yang sering dilakukan setiap orang tatkala problematika menghampiri. Kita senantiasa meminta solusi dan petunjuk kepada Sang Pemilik bumi dan langit. Namun, berdo'a tidak hanya dilakukan oleh umat muslim saja, melainkan nonmuslim pun ada yang melakukannya.

Seperti yang dilakukan oleh ribuan umat lintas agama di Kota Bandung mengikuti do'a bersama yang digelar Pemerintah Daerah Kota Bandung, melalui aplikasi Zoom dan siaran langsung melalui saluran Youtube Diskominfo Kota Bandung.

Do'a bersama tersebut bertujuan memohon perlindungan dan petunjuk agar pandemi yang melanda ini bisa sirna dari bumi dan kita bisa melewati ujian ini. Seperti yang disampaikan oleh asisten Pemerintahan dan Kesra Kota Bandung Asep Saeful Gufron mengungkapkan, Pemdakot Bandung telah berupaya menangani pandemi Covid-19. Satgas Penanganan Covid-19 pun telah melakukan langkah-langkah nyata di lapangan melalui edukasi dan sosialisasi, serta sanksi dalam penerapan 5M. (Jabarprov.go.id 2/07/21)

Kegiatan do'a bersama ini memang seperti hal yang positif. Namun, bagi umat muslim karena berdo'a merupakan bagian dari aktivitas ibadah, maka tatacaranya pun harus sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Agar do'a yang kita harapkan dikabulkan olehNya. Berkaitan dengan itu MUI telah membuat fatwa yang bisa dijadikan tuntunan bagi umat Islam.

Kegiatan do'a bersama menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Islam, terutama tentang status hukumnya. Atas dasar itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan fatwa tentang do'a bersama. Fatwa tersebut terbagi dalam enam butir.

Pertama, do'a bersama yang dilakukan oleh orang Islam dan non-Muslim tidak dikenal dalam Islam. Karena itu termasuk bidah.

Kedua, do'a bersama dalam bentuk setiap pemuka agama berdoa secara bergiliran, maka orang Islam haram mengikuti dan mengamini do'a yang dipimpin oleh non-Muslim. Mengapa haram mengamini do'a non-Muslim? Sebab, menurut MUI, mengamini sama dengan berdo'a. Dan ketika yang berdo'a adalah non- Muslim, orang Islam yang mengamini tersebut berarti ia berdo'a kepada Tuhan yang kepadanya non-Muslim berdoa.

Padahal, konsep dan akidah mereka tentang Tuhan, menurut Alquran berbeda dengan akidah orang Islam (lihat antara lain dalam QS Al-Maidah [5]: 73). Dengandemikian, menurut MUI, orang Islam yang mengamini do'a yang dipanjatkan oleh non-Muslim dapat dikategorikan kafir atau musyrik.

Ketiga, do'a bersama dalam bentuk Muslim dan non-Muslim berdo'a secara serentak (misalnya, mereka membaca teks do'a bersama- sama), hukumnya haram. Artinya, orang Islam tak boleh melakukannya. Sebab, do'a seperti ini dipandang telah mencampur adukkan antara ibadah (dalam hal do'a) yang haq (sah, benar) dengan ibadah yang batil. Hal ini dilarang oleh agama (lihat antara lain dalam QS. Al-Baqarah [2]: 42).

MUI juga menilai, do'a bersama bentuk ini sangat berpotensi mengancam akidah orang Islam yang awam. Cepat atau lambat mereka akan menisbikan status do'a yang dalam ajaran Islam merupakan ibadah, serta dapat pula menimbulkan anggapan bagi mereka bahwa akidah ketuhanan non-Muslim sama dengan akidah ketuhanan orang Islam.

Keempat, do'a bersama dalam bentuk seorang non-muslim memimpin do'a. Dalam do'a bersama seperti ini, orang Islam haram mengikuti dan mengamininya.

Kelima, doa bersama dalam bentuk seorang tokoh Islam memimpin doa. Doa bersama bentuk ini hukumnya mubah.

Keenam, do'a dalam bentuk setiap orang berdoa menurut agama masing-masing. Yang ini hukumnya juga mubah.

Dengan demikian, berdo'a sepatutnya dilakukan tanpa menggabungkan dengan agama lain yang justru akan menggeser kepercayaan umat muslim bahwa berdo'a bisa dengan cara apapun. Dan itu bisa membuka celah moderasi agama ditengah-tengah umat muslim. Tapi berdo'alah dengan menghadirkan kalbu, khusyu dan kepasrahan total atas segala ketentuanNya serta berdo'a sesuai yang disyariatkanNya.

Alih-alih berdo'a meminta dihilangkan pandemi secara Assasiyan, namun akidah umat muslim justru tergerus oleh moderasi yang ada di sistem kapitalis. Sistem yang mencampuradukan bahwa berdo'a dengan cara agama apapun diperbolehkan. Moderasi agama akan semakin memperkuat sistem sekuler-kapitalis yang memisahkan kehidupan dengan aturan agamanya.

Padahal Islam adalah agama yang sempurna, aturannya tidak hanya prihal ibadah semata namun aturan hidup pun Islam punya panduannya. Ini menandakan betapa sempurnanya aturan dalam sistem Islam yang bisa mengatur kehidupan manusia dan menjaga akidah umat dari segala kerusakan.

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu [TQST. Al-Maa-idah: 3]

Maka hanya sistem Islam yang terbukti mampu menyelesikan problematika hidup manusia termasuk masalah pandemi yang dihadapi saat ini. Untuk menyelesaikan pandemi manusia diberikan ranah untuk dilakukan diantaranya mengikuti solusi yang pernah dicontohkan di masa khalifah Umar Bin Khatab dalam mengatasi wabah. Yaitu mengunci wilayah yang terpapar dan melarang masyarakat keluar masuk ke wilayah tersebut.

Ketika ranah dunia sudah ditempuh sesuai syariat tak lupa ranah langit pun dilakukan yaitu dengan berdo'a. Semoga pandemi ini menjadikan umat muslim semakin mendekat kepada Allah bahwa makhluk sekecil itu atas izinnya pasti hilang dari muka bumi. Wallahualam.***

*)Penulis adalah guru di Karawang, Jawa Barat.

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.

Komentar