Ibu Membutuhkan Support System Sehat, Bukan Sekedar Healing Sesaat
Oleh Tati Sunarti, S.S
Ibu merupakan posisi strategis dalam keluarga. Peran besarnya hampir seluruhnya menopang berjalannya aktivitas keluarga. Kepiawaiannya dalam memenuhi keperluan keluarga sangat luar biasa.
Peran ibu adalah profesi penting yang pekerjaannya full time berikut dengan lemburannya. Profesi ini lebih banyak dibayar dengan kata terima kasih. Tidak jarang, bekerja tanpa lelah baik dalam kondisi sehat ataupun sakit. Ibu dan dedikasinya hampir luput dan sedikit yang menyadari, karena dianggap "biasa" atau "sudah sepatutnya begitu".
Ibu memiliki jam beraktivitas lebih panjang, terkadang harus mencuri waktu untuk sekedar healing atau me time . Bahkan ada ibu yang merangkap pekerjaan, mengurus rumah, anak-anak, suami, juga harus turut terjun mencari nafkah demi terlaksananya semua program dalam sebuah institusi rumah tangga.
Ibu yang Allah karuniai salah satu sifatNya, yaitu Rahim. Ini menunjukkan bahwa ibu fitrahnya memiliki kasih sayang dan keluasan hati dalam menjalankan perannya. Namun, tidak bisa dipungkiri, kondisi saat ini yang mana kehidupan semakin terasa sulit, sistem kehidupan yang tidak melekat pada agama, mengubah fitrah kasih sayang seorang ibu manjadi seseorang yang "tega".
Hal ini terbukti nyata. Dilansir dari tribunnews.com (30/8/2024), seorang ibu AR (37) tega membuang anaknya, berinisial AA (3) ke dalam sumur. Sebelumnya, kejadian ini dianggap kecelakaan semata. Tetapi, setelah penyelidikan lebih lanjut, ibu kandung mengaku bahwa dirinyalah yang membuang anak kandungnya tersebut.
AR mengatakan kasihan terhadap anaknya yang terlahir hidrosefalus, ditambah tiga bulam terakhir anaknya mengalami kejang-kejang. Peristiwa ini terjadi di daerah Plered, Purwakarta pada hari Jumat tanggal 9 Agustus 2024.
Ujian dikaruniai anak dengan hidrosefalus membuat mental sang ibu terngganggu hingga tega berbuat keji. Anak, amanah yang sepatutnya dijaga dan disayangi harus meregang nyawa begitu saja.
Kasus serupa, bukanlah kali pertama terjadi. Tentu hal ini membuat hati miris dan gerimis. Dari sekian banyak kasus bermunculan, bisa diasumsikan bahwa saat ini keluarga sebagai simpul terkecil penentu sebuah peradaban sedang bermasalah.
Oleh karena itu, jika ingin menjaga akal seorang ibu tetap waras, ia benar-benar membutuhkam lingkungan sehat, bukan sekedar healing sesaat seperti yang umumnya diopinikan di media sosial.
Lingkungan sehat akan tercipta, jika tiga elemen ini ditegakkan dengan benar. Pertama, perlu dipahami oleh semua pihak bahwa ibu membutuhkan penguatan akidah, psikis dan sistem pendukung yang baik.
Ibu dan keluarga perlu memahami bahwa ujian hidup akan menimpa siapa saja dan dengan cara apa saja. Sehingga butuh melatih keikhlasan dan penerimaan atas kondisi di luar kekuasaan manusia. Respon atas ketetapan ini menjadu kunci agar senantiasa bersikap sesuai dengan kehendak sang Pemberi ketetapan.
Sudut pandang seperti ini memang tidak mudah, dan ujian berat mungkin sekali menurunkan kesehatan mental. Untuk itu, peran pasangan sangat penting agar saling menguatkan.
Kedua, lingkungan yang sehat. Bagaimanakah lingkungan sehat itu? Yaitu masyarakat yang berkarakter social engineering . Masyarakat seperti ini memiliki empati yang tinggi dan senantiasa beramar makruf nahi munkar atau saling menyeru pada kebaikan, mencegah dari kemunkaran. Tidak hanya itu saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
Dengan demikian, tidak akan dijumpai ujaran sentimen, nyinyir atau bahkan melemahkan kondisi psikis seorang ibu. Lingkungan yang sehat berangkat dari individu yang sehat pula.
Elemen pertama dan kedua tidak akan tegak ideal jika elemen ketiga tidak ada. Keberadaannya menjadi teramat penting dan penentu apakah individu dan masyarakat yang kondusif akan tercipta ataukah tidak.
Elemen pamungkas ini adalah peran negara. Apa kabar peran negara hari ini? Sudahkah membuka fasilitàs lapangan pekerjaan dengan gaji yang layak? Karena dengan penghasilan yang layak akan memenuhi kebutuhan rumah dengan baik.
Sudahkah menyediakan fasilitas pendidikan yang baik beserta basis kurikulum yang benar? Karena pendidikan yang baik akan berbanding lurus dengan kualitas individu dan masyarakat.
Sudahkan kebutuhan dasar lainnya terpenuhi dengan cuma-cuma atau minimal terjangkau? Seperti layanan kesehatan. Dengan begitu masyarakat tidak akan kelimpungan ketika sakit, bahkan sakit yang parah sekalipun. Masyarakat tidak akan terbebani begitu berat saat diuji sakit, jadi tinggal memaksimalkan ikhtiar dan hati yang lapang.
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari kasus penghilangan nyawa oleh orangtua pada anak kandung mereka, yang mana sudah terjadi tak terhitung banyaknya. Lantas apa yang menjadi akar masalahnya? Cukupkah problematika tersebut selesai dengan perbaikan individu dan masyarakat saja?
Jawabannya tentu tidak cukup. Sehingga, menjernihkan peran sentral negara dari hulu sampai hilir menjadi wajib. Untuk memahami apa saja kewajiban negara, haruslah merujuk pada satu ideologi yang benar. Mengingat ideologi yang sudah menjadi underline system saat ini (kapitalisme-sekuler) tak lagi mampu menjadi pijakan dalam mengarungi kehidupan.
Ideologi alternatif sebagai rujukan bisa bersumber dari Din Islam. Din yang terpancar darinya sistem hidup yang sesuai untuk seluruh umat manusia.
Islam menyediakan regulasi yang harus dijalankan oleh negara dalam mengurusi urusan masyarakat. Sebagai contoh, negara wajib dan serius dalam mengelola sumber daya alam serta mengembalikan kemaslahatannya kepada masyarakat. Berangkat dari pengelolaan yang benar maka bukan tidak mungkin fasilitas pekerjaan akan luas, fasilitas pendidikan dan kesehatan akan tersedia dengan layak dan tidak berbayar.
Rasulullah saw bersabda:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Ini salah satu nash (landasan dalil) yang menegaskan pula tidak adanya swastanisasi sumber daya alam, agar manfaatnya hanya kembali pada masyarakat jika dikelola oleh negara.
Islam pun menegaskan, negara wajib menciptakan suasana takwa. Ini dapat dimulai rumah agar kaum ibu hanya fokus pada upaya untuk mencetak generasi terbaik. Kemudian, sekolah yang berbasis akidah Islam, tayangan yang mendidik.
Amazingly, ibu, sekolah, lingkungan dan negara akan bersinergi menyongsong peradaban cemerlang. Begitulah Islam merunut dari satu kasus hingga penyelesaian hingga sistem yang paling mendasar.
Begitu pentingnya menjaga kesehatan mental seorang ibu, mengutip tausiyah Ustaz Budi Ashari, Lc, beliau mengisahkan Khalifah Umar Bin Khattab dalam buku Al-Minhaj (Hasyiyah Albujairimi dan Nurul Abshar fi Manaqib Ali An-Nabi Al-akhyar (Asy-Syablanji Al-Mishri), beliau adalah khalifah tegas, berwibawa, takutnya hanya untuk Allah saja. Bahkan diam dan berlemah lembut ketika dimarahi istrinya. Sang khalifah memahami betul posisi dan kondisi psikis istri/ibu. MaasyaaAllah.
Khotimah, sudah saatnya kembali menerapkan sistem Islam. Satu sistem yang layak untuk manusia. Tak ada lagi harapan yang bisa kita gantungkan pada sistem sekuler-kapitalisme saat ini. Sudah cukup banyak ibu yang terenggut fitrah kasih sayangnya. Sudah waktunya memeluk ibu dan mengembalikannya ke rumah. Wallahu'alam. ***