Saatnya Mengevaluasi Sistem Pendidikan Agar Generasi Terhindar Dari Tawuran

231226200052-saatn.jpeg

Ilustrasi tawuran (Foto: (c) hukum online)

Oleh Yayat Rohayati*

Pemberitaan media mengenai aksi tawuran yang dilakukan para remaja semakin meresahkan masyarakat. Dari tahun ke tahun angka kasus tawuran kian meningkat.

Kekhawatiran terkadang dirasakan para orangtua ketika melepas anaknya keluar rumah. Terlebih untuk anak-anak yang beranjak dewasa.

Bahkan untuk menuntut ilmu sekalipun para orangtua bingung. Apakah di sekolah yang dipilihnya, anak mereka bisa aman dan terhindar dari aksi-aksi remaja yang meresahkan seperti tawuran, miras, pergaulan bebas, dan lainnya.

Karena tak sedikit dari aksi tersebut dilakukan anak-anak ketika pulang sekolah bahkan disaat jam pelajaran.

Seperti melansir dari detikjabar.com, 13 Desember 2023, diberitakan ada sekitar 12 pelajar di wilayah pantura Subang, yang berurusan dengan polisi. Mereka diringkus pihak kepolisian karena kedapatan hendak melakukan tawuran dengan membawa sajam berupa clurit, parang, samurai dan plat besi later U.

Di Tasikmalaya, pihak kepolisian terpaksa melepaskan tembakan peringatan dalam aksi tawuran puluhan remaja di kampung Cibeurih, kelurahan Sinargalih, kecamatan Indihiang, Tasikmalaya, pada minggu malam 17/12. Hal ini dilakukan karena mereka tak menghiraukan peringatan sebelumnya dari petugas kepolisian (TvOnenews.com, 18 Desember 2023).

Berulang dan maraknya tawuran menandakan bahwa kehidupan manusia berada pada kondisi yang memisahkan kehidupan dari agama (sekularisme). Agama hanya ada dalam ranah individu dalam rangka beribadah kepada Tuhan, tidak boleh dibawa-bawa dalam urusan kehidupan, seperti dalam bermuamalah sampai bernegara.

Alhasil, pemisahan ini akan melahirkan kebebasan dalam diri manusia. Mereka akan berbuat sesuka hati, tanpa memikirkan apakah perbuatannya merugikan orang lain atau bahkan termasuk kemaksiatan dan berakibat mendapat dosa.

Paham inilah kemudian menghasilkan remaja yang matang secara fisik, namun tidak dibarengi kematangan dalam pemikiran dan ketaatan.

Seperti kasus hari ini, maraknya tawuran antar pelajar adalah bukti bahwa mereka ingin membuktikan eksistensi kedewasaannya. Namun sayang hanya secara fisik, tidak dibarengi dengan dewasa dalam berfikir.

Cara pandang yang sekuler ini pun mempengaruhi pendidikan ditingkat keluarga, masyarakat dan negara.

Pendidikan untuk anak-anak ditingkat tersebut terkadang hanya dicukupkan pada keberhasilan intelektual. Adapun agama hanya berada dibersifat pelajaran tambahan, bukan sesuatu hal yang mendasar.

Sehingga para remaja tidak memahami jati dirinya, dan tawuran menjadi salah satu jalan dalam menunjukkan eksistensi mereka.

Oleh karena itu saatnya kita mengevaluasi sistem pendidikan hari ini. Supaya generasi tidak berulang melakukan berbagai tindakan yang tidak bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.

Disini kita bisa mencontoh pada sistem pendidikan yang telah berhasil mencetak beberapa ilmuwan terkemuka, seperti Ibnu Sina yang berkontribusi dibidang kedokteran, Al-Khawarizmi dalam bidang matematika dan masih banyak lagilagi ilmuwan muslim lainnya.

Sistem tersebut diatur dengan cara pandang Islam. Islam memandang generasi muda sebagai aset bangsa. Maka pendidikan Islam harus diwujudkan secara praktis dalam keluarga, masyarakat dan negara.

Dalam keluarga, Islam memerintahkan para orang tua untuk mendidik anaknya dengan ketakwaan dan ketaatan. Sejak dini, anak-anak akan diajarkan mengenali dirinya sebagai hamba Allah, tujuan hidupnya untuk beribadah hanya kepada Allah, dan kelak akan kembali kepadaNya untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatan selama di dunia.

Sehingga dalam menjalani kehidupan, mereka akan senantiasa berhati-hati dan terikat dengan hukum syara.

Dalam masyarakat, Islam memerintahkan agar senantiasa beramar ma'ruf nahi mungkar. Hal ini akan membentuk suasana tentram penuh keimanan di masyarakat.

Allah SWT berfirman, yang artinya:

"hendaklah ada diantara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung." (TQS. Al-Imran : 104).

Adapun negara, berperan untuk menyediakan pendidikan yang berbasis akidah Islam. Negara akan menetapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah IsIam, sehingga melahirkan generasi yang memiliki Syaksiyah Islam yaitu generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan ajaran Islam.

Pendidikan model ini akan didapatkan dalam negara yang menjalankan syariat islam secara keseluruhan (kaffah) dalam kehidupan, tidak dengan cara bertahap ataupun melaksanakan sebagian syariat dan mencampakan sebagian.

Wallahua'lam

*) Penulis adalah pegiat literasi

Seluruh materi dalam naskah ini merupakan tanggung jawab pengirim. Gugatan, somasi, atau keberatan ditujukan kepada pengirim.
TAGS:

Komentar